Selasa, Desember 3, 2024
BerandaFOKUS BERITA JABARCiamisKekerasan Seksual Merambah Hampir Semua Jenjang Pendidikan Di Kabupaten Ciamis, Ini Kata...

Kekerasan Seksual Merambah Hampir Semua Jenjang Pendidikan Di Kabupaten Ciamis, Ini Kata Endin.

Kabupaten Ciamis,
Www.tabloidfbi.com– Seksual Gate pelajar SD SMP Ciamis yang menjadi perbincangan publik saat ini menambah daftar kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Ciamis.

Karena sebelumnya, tahun 2023 sudah ada sekitar 30 korban dan di 2024 sampai Mei sudah mencapai 11 korban. Untuk mencegahnya, perlu ditemukan faktor penyebabnya, hal terebut diungkapkan oleh Wakil Rektor 1 Universitas Islam KH. Ruhiat Cipasung Tasikmalaya Endin Lidinillah. Kamis 27/6/2024

Setidaknya ada dua faktor penyebab, internal dan eksternal. Penyebab internal dari sudut korban antara lain karena adanya relasi kuasa yang tidak seimbang dengan pelaku, baik relasi pekerjaan, relasi ekonomi atau relasi gender.

“Pada kasus siswi SD misalnya itu lebih dominan relasi kuasa terkait ekonomi, sementara pada kasus siswi SMP lebih dominan relasi kuasa gender,” ujarnya.

Endin menambahkan, Untuk mencegah hal tersebut, upaya yang bisa dilakukan adalah ketika anak berada dalam lingkungan yang mengandung ketidaksetaraan relasi kuasa, orang tua atau pihak keluarga harus membekali anak dengan literasi kekerasan seksual sesuai tingkat usia anak.

Di sisi lain, pihak lingkungan dimana relasi kuasa itu terjadi seperti di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan keagamaan harus mempunyai SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

“Perlu dipertanyakan, apakah Disdik Ciamis sudah menerbitkan kebijakan tertulis terkait SOP tersebut? kalau sudah, bagaimana mekanisme pengawasan terhadap kebijakan tersebut di tiap-tiap sekolah,” cetusnya.

Dari sudut pelaku, penyebabnya ada faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya adalah ketidakmampuan pelaku menyeimbangkan antara dorongan nafsu penyaluran seksual dengan pemenuhan norma agama, norma susila atau norma hukum terkait batasan penyaluran seksual.

“Karenanya pendidikan untuk menginternalisasi makna fungsi-fungsi organ reproduksi dan seksualitas sejatinya di lakukan sejak dini sehingga penghormatan terhadap nilai- nilai luhur kemanusiaan terkait seksualitas terpatri kuat,” imbuhnya.

“Terkait hal ini,  perlu ada evaluasi kurikulum merdeka yang diklaim responsif terhadap penguatan nilai dan karakter? Disamping itu, peran organ bimbingan dan konseling di sekolah tempat terjadinya peristiwa perlu dievaluasi,” tambahnya.

Tetapi faktor internal di atas juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Diantaranya faktor kebijakan pemerintah dan perkembangan teknologi informasi.

“Terkait kebijakan pemerintah, walaupun berbagai peraturan perundang-undangan untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual sudah banyak dikeluarkan pemerintah  dari mulai UU sampai produk hukum daerah, namun pemerintah nampaknya ambigu dalam aspek filosofi pengaturan ketentuan seksualitas dan kekerasan seksual,” terangnya.

Misalnya dalam KUHP, perzinaan itu sifatnya masih delik aduan, artinya kalau tidak ada pengaduan dari pihak-pihak tertentu, maka perzinaan itu tidak dikenai hukuman. Padahal perzinahan itu perbuatan yang merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan. Akibatnya masyarakat cenderung permissif terhadap perzinahan. Dan ini kemudian  terinternalisasi juga ke anak-anak.

“DPRD Ciamis seharusnya merespon hal ini, karena mereka punya struktur partai sampai tingkat atas yang mempunyai kewenangan legislasi. Apa sudah benar ketentuan seperti itu, apakah tidak dipikirkan dampaknya,” ucapnya.

Senada dengan KUHP, beberapa ketentuan dalam UU 12 Tahun 2022 tentang  tindak pidana kekerasan seksual juga  masih menjadikan persetujuan atau kehendak objek atau korban sebagai syarat suatu perbuatan dikategorikan kekerasan seksual atau bukan.

Artinya jika ada persetujuan pihak objek atau korban, maka tidak masuk kekerasan seksual. Misalnya dalam pasal 4 ayat (2) huruf d  yang menyatakan bahwa “Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga meliputi  perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan KEHENDAK KORBAN.

Akibatnya banyak perilaku seksual yang secara substantif merendahkan harkat dan martabat kemanusiaan, tetapi tidak bisa dikenai sanksi karena tidak ada pengaduan korban atau perbuatan tersebut ada kehendak korban. Legalisasi kekerasan seksual berbalut filosofi otonomi individu ini menyuburkan perilaku seksual yang tidak sehat dan menjadi referensi pembenaran bagi pelaku kekerasan seksual.

Karena perzinahan saja tidak dihukum kalau tidak ada pengaduan, apalagi  sebatas pelecehan seksual non fisik misalnya. Kondisi semacam ini, terinternalisasi ke anak-anak juga yang akhirnya permissif terhadap aktifitas seksual.

“Disamping kelemahan dalam regulasi, kultur masyakat dalam menggunakan media sosial juga turut mempengaruhi terjadinya kekerasan seksual. Sejatinya seseorang ketika bermedia sosial, disamping mempunyai digital skill (kemampuan menggunakan berbagai platform medsos), juga harus diiringi dengan digital etic (kemampuan menggunakan etika sebagai filter dalam memilah dan memilih konten medsos),” paparnya.

“Bagaimana peran kominfo Ciamis terkait edukasi bermedia sosial yang baik, sehingga siswa siswi mempunyai digital etic,” tanya endin.

Maraknya konten pornografi yang dengan mudah bisa diakses turut memicu terjadinya kekerasan seksual. Hal ini juga tidak lepas dari lemahnya penegakan UU Pornografi. Untuk mencegahnya, maka edukasi untuk bermedia sosial yang baik dengan memiliki digital etik disamping digital skill merupakan sebuah keniscayaan.

“Terkait maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak  di lingkungan pendidikan, disamping setiap instansi pendidikan harus mempunyai SOP tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,  orang tua dan keluarga harus menciptakan suasana harmonis dan komunikasi yang baik dengan anak, agar anak terbuka ketika ada permasalahan dan tidak mencari pihak lain sebagai tempat curahan permasalahan dan kasih sayang  yang akhirnya ada pemanfaatan kesempatan oleh pihak lain tersebut untuk melakukan kekersan seksual,” jelasnya.

“Bagaima kinerja Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ciamis terkait penguatan ketahanan keluarga di Ciamis,” pungkasnya.

RELATED ARTICLES

4 KOMENTAR

  1. Efek dari penggunaan gadget, anak SD juga sudah dapat akses yg berbau porno,. Pelarangan penggunaan hp yg belum di amankan situs situs berbahaya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_imgspot_img

Most Popular

Recent Comments