LUMAJANG – Konsumen pelanggan Indihome merasa kaget saat mereka akan berhenti berlangganan diwajibkan membayar sejenis denda sekitar 1 juta. Hal ini menjadi komplain konsumen yang ada diwilayah kabupaten Lumajang, pasalnya hal ini tidak ada penjelasan (Sosialisasi) dari awal pemasangan router. Dan MOU tidak pernah ada dari awal setelah berhenti berlangganan baru muncul itu diduga untuk menjerat konsumen agar tidak bisa lepas dari Indihome.
Petugas CSR kantor indihome area kabupaten Lumajang atas nama Ayu saat dikonfirmasi awak media FBI menjelaskan kalau konsumen kalau berhenti berlangganan harus membayar adminitrasi (Denda), walaupun tidak ada penjelasan oleh petugas dilapangan saat awal pemasangan WiFi.
“Konsumen setiap berhenti berlangganan dengan indihome wajib membayar adminitrasi (denda) yang sudah ditentukan. Jadi tidak bisa asal berhentian, semua ketentuan sudah tertulis dan wajib ditaati oleh konsumen.” Jelasnya.
Saat ditanya apakah ketentuan itu dijelaskan kepada konsumen saat awal pemasangan.
Ayu menjawab, ” Itu tidak jadi masalah dijelaskan apa tidak, yang penting konsumen serahkan foto KTP dan bertanda tangan berarti dinyatakan setuju, walaupun mereka tidak tau.” Sanggahnya.
Seperti pengalaman Siswowati salah satu konsumen yang berasal dari desa Sentul kecamatan Sumbersuko kabupaten Lumajang ini. Dirinya merasa kaget ketika laporan kekantor Indihome Lumajang dengan niat baik mengembalikan routernya, namun oleh petugas CSR diwajibkan membayar admintrasi yang dinamakan briling berjalan dan sisa pemakaian. Padahal dia tidak merasa pernah telat atau terlambat dalam pembayaran bulanan.
“Saya berlangganan sebagai konsumen 1 tahun lebih dan tidak pernah bermasalah dalam pembayaran bulanan. Karena kalau jatuh tempo pembayaran tidak terbayar secara otomatis router akan dimatikan oleh pusat, Dan saya sudah pernah menaikan daya pemakaian perbulannya membayar hampir Rp 500 ribu. Itupun tidak pernah telat atau nunggak pembayarannya selalu tepat waktu.” Ujar Siswowati kepada awak media FBI minggu (30/10/2022).
“Anehnya ketika saya akan berhenti berlangganan sebagai konsumen Indihome muncul surat kontrak atau MOU dan dijelaskan disitu harus membayar denda sebanyak sekitar 1 juta. Karena tidak terbayar ruoter yang bawa ditolak dengan dalih harus membayar adminitrasi dulu dan dikasih deadline waktu sampai akhir bulan ini harus terbayar, kalau tidak denda akan berjalan terus biarpun sudah tidak berlangganan dengan Indihome, ini sangat tidak masuk akal bagi kami.’ Imbuhnya.
Adanya kejadian diatas mengundang respon LSM GMPK Lumajang, melalui ketuanya Guntur Nugroho angkat bicara.
“Sebetulnya ini Rana nya LPK (Lembaga Perlindungan Konsumen) tapi tidak ada salahnya kami memberikan pandangan kepada masyarakat, bisa menjadikan edukasi.Perlu diketahui bahwa Indihome adalah produk dari Telkom, seharusnya wajib memberikan penjelasan atau sosialisasi sebelum pemasangan kepada konsumen, tentang aturan dan perjanjian yang diberlakukan oleh indihome. Bukan cuma pas ada konsumen yang berhenti berlangganan baru muncul MOU yang mengatakan harus bayar denda atas penghentian berlangganan.” Tuturnya.
“Ingat Telkom hanya menyediakan pelayanan internet, tapi listrik mereka numpang pada konsumen (Yang punya rumah) bukan dari indihome. Terus konsumen apabila tidak membayar kuota bulanan secara otomatis akan dimatikan sepihak oleh Telkom. Tapi ketika konsumen berhenti berlangganan tiba-tiba dibebani biaya adminitrasi, ini tidak adil namanya. Sepertinya ini cara Telkom untuk mengikat konsumen, diduga sama dengan penjajahan kepada konsumen.” Tegasnya.
Sambung ketua GMPK Lumajang, “Jadi kami berharap Telkom yang notabene adalah perusahan milik BUMN, perlu dikaji ulang. Agar ada pembenahan, karena banyak warga (Konsumen) yang resah dan merasa terbebani dengan aturan (Denda) yang menurut kami sepihak. Memang diakui signal mereka bagus meskipun dengan biaya yang paling mahal. Akhirnya banyak bermunculan saluran WiFi dengan PT baru juga dengan biaya yang lebih murah dari indihome. Jadi penerapan denda setelah konsumen berhenti berlangganan itu sangat tidak adil. Kesannya dipermudah pemasangannya tapi dipersulit saat pemutusannya, ini nanti yang akan kami diskusikan dengan kementrian BUMN.” Pungkas Guntur. (Den)