MEDAN – Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumut Ir Zulfikar Tanjung meyakinkan pemangku amanah jurnalistik, dinamika media siber (online) tidak akan “membunuh” koran atau media cetak, sepanjang “orang koran” mampu bertransformasi dalam persaingan digital yang kian ketat.
Hal itu ditegaskannya ketika mendapat kesempatan berbicara selaku pembanding dari floor pada Workshop Standarisasi Media Cetak di tengah Gempuran Hoax dan Media Sosial, Sabtu ( 17/9) Â di Le Polonia Hotel Medan.
Kegiatan yang digelar Serikat Perusahaan Pers (SPS) Sumut ini menghadirkan narasumber Anggota Dewan Pers Asmono Wikan dan Sekretaris SPS Sumut Rianto Ahgly SH, moderator Drs M Syahrir MIkom (Penasihat SPSÂ Sumut), dihadiri Ketua SPS Sumut H Farianda Putra Sinik SE dan Ketua Pantia H Agus Safarudin Lubis.
Didampingi Penasihat SMSI Sumut Roni Purba dan Sekretaris Erris J Napitupulu pada Workshop yang dibuka Gubsu Edy Rahmayadi diwakili Plt Kadis Kominfo Sumut Dr Ilyas S Sitorus, Zulfikar mengemukakan sejak awal berdiri SMSI tidak pernah berkeinginan koran akan tutup.
Bagi SMSI, tegasnya, koran adalah mitra yang saling melengkapi dengan kekhasannya masing-masing. Antara lain siber mungkin unggul dalam kecepatan berita, namun koran lebih unggul dalam pendalaman atau berita investigasi. Jadi saling melengkapi.
“Yakinlah, sesungguhnya surat kabar akan tetap eksis sepanjang pengelola koran mampu bertransformasi dengan ubah laku gaya baru, mulai dari ‘mindset’ cara berpikir hingga berperilaku berbasis digital,” ujar Zul yang juga Redaktur Senior Koran Mimbar Umum.
Hanya saja lanjutnya nuansa yang muncul akhir-akhir ini memunculkan aspek psikologis bagi sebagian pemangku jurnalis cetak seolah-olah kekhawatiran terhadap keberadaan koran membuat koran semakin melemah, terutama akibat gencarnya ekspansi media siber yang diisyaratkan jadi “ancaman” bagi koran.
Dia menegaskan lebih setuju atas banyak praktisi siber yang tidak sepenuhnya sependapat terhadap “ketakutan” itu, sepanjang pemilik dan pekerja koran mau mengadaptasikan diri dengan pola dinamika digital dalam ubah laku printing baru.
Usai acara kepada wartawan Zulfikar mengemukan menurut data faktual di beberapa negara maju trend surat kabar meningkat tirasnya dengan berkolaborasi media siber. Jadi siber jangan dianggap musuh atau saingan, melainkan mitra untuk menaikkan eksistensi koran. Sebab, di era digital, media cetal yang memiliki jaringan luas, akan semakin eksis dan survive.
Di sinilah titik krusial itu ujarnya, kalau pemilik dan pekerja koran masih tetap dalam persepsi lama, larut dalam ‘menara gading’ yang menganggap ada pen-strata-an media, di mana koran dianggap media nomor satu ‘an sich’, tentu koran dimaksud akan ambruk dilindas revolusi digital.
Kondisi koran akan semakin parah apabila pakerja terutama wartawan koran tidak mau menantang eksistensinya untuk cetak, malah sebaliknya ikut berbaris bersama, bahkan ada ikut di belakang praktisi atau wartawan yang bekerja di siber.
Banyak berita di koran sama dengan berita online, mulai angle berita maupun pemilihan judul. Bahkan banyak yang ‘copy paste’ berita online. Pekerja koran larut, menganggap media siber ibarat kantor berita, tinggal kutip saja, paling edit sedikit kata-katanya.
“Padahal, jika beritanya sama, apalagi mengutip dari media siber an-sich untuk apa orang harus membeli koran ? Sebab orang sudah bisa membaca dari media siber secara gratis, lebih cepat lagi. Koran jelas kalah cepat dengan online,” tegasnya menjawab wartawan.
Artinya, jika koran kualitasnya sama dengan media online, maka habislah riwayat koran itu. Orang tak akan lagi mencarinya. Namun orang akan tetap mencari koran apabila mampu menyajikan angle-angle yang tidak didapat di media online. Koran harus dibuat seperti itu.
Jadi tidak benar katanya media siber ‘membunuh’ koran. Yang sebenarnya, jurnalis koran lah yang punya andil mempercepat kepunahan koran apabila tidak mau berevolusi dengan cara beradaptasi. Koran sekarang harus menjadi news brand yang disinergikan dengan online dan media-media di bawah brand koran itu. Tentu dengan perubahan perilaku baru sesuai tuntutan era komunikasi millenial.
Zul meyakini industri media cetak tidak akan mati, namun masih akan tetap bertahan dengan gaya baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan milenial atau generasi Z. Misalnya menggunakan perspektif jurnalisme yang diproduksi berbasis digital atau data analisis.
Saat ini harus era kolaborasi media online, koran, medsos dan komunitas. Karena sekarang mengarah era 5.0 maka para pelaku media cetak sekarang juga harus merupakan orang yang menguasai eranya jurnalis 5.0 lengkap berkompetensi digital, video, televisi, visual dan foto sehingga para jurnalis di era sekarang penting kuasai kemampuan yang lebih lengkap, seperti menulis, video, forografi, grafik dan mampu berperan sebagai host. Yang lebih penting lagi menguasai penjelajahan dunia digital dalam data analisis.
(Dongan PS)